Raden Abimanyu (Gambar Grafis : Andi Wicaksono, S.Sn., M.Sn.) |
Dasanama :
Angkawijaya, Jayamurcita, Partatanaya
Gender :
Pria; golongan kesatria; dengan sebutan Raden
Nama Ayah : Raden
Arjuna (Raden Janaka)
Nama Ibu : Dewi Wara
Sumbadra
Istri : Dewi Siti Sundari dan Dewi
Utari
Anak :
Raden Parikesit
Kasatrian : Plangkawati (Surakarta); Tanjunganom (Yogyakarta)
Cerita :
Mahabrata
Jenis tokoh : Putran
Alusan.
Ciri-ciri :
Wajah
luruh, mata gabahan, hidung wali miring, praupan hitam (Surakarta); emas
(Yogyakarta), rambut ngore, kepala berhias pogogan kecil, kalung wulan
tumanggal, berkelatbahu, gelang tangan dan kaki, sor-soran jangkah (Surakarta);
bokongan sembuliyan (Yogyakarta).
Keterangan :
Raden
Abimanyu merupakan anak dari Raden Arjuna atau Raden Janaka dengan Dewi Wara
Sumbadra. Dia merupakan seorang kesatria yang berparas tampan dan bertabiat
halus. Perilaku dan budi pekertinya baik dengan gaya bicara yang berterus
terang. Tabiatnya yang halus juga dilengkapi dengan perasaannya yang cugetan yakni mudah tersinggung dan
keras hati. Sebagai seorang kesatria ia berwatak pemberani, bercita-cita tinggi
dan penuh rasa tanggung jawab. Raden Abimanyu juga seorang kesatria yang tekun
bertapa, dan gemar mengembara. Dia juga ahli berperang dengan penguasaan seni
bela diri dan ulah kridhaning gegaman, khususnya jemparing atau senjata panah. Ketekunan, kegemaran dan kemahirannya ini
diturunkan dari ayahnya yang tersohor sebagai satria panengahing Pandhawa, sang lananging jagad. Pertalian darah dari
dua wangsa besar mengalir dalam tubuhnya, yakni alur Ngastina dari ayah dan alur
Mandura dari ibu.
Abimanyu gaya Surakarta Klasik Sumber gambar klik di sini |
Raden
Abimanyu kerap mendapatkan wahyu dari para dewa, diantaranya Wahyu Widayat dan
Wahyu Cakraningrat. Wahyu Widayat didapatkannya saat dia dilahirkan sebagai
wahyu pengetahuan, sedangkan Wahyu Cakraningrat didapatkan ketika dia sudah
beranjak remaja. Wahyu Cakraningrat merupakan wahyu ratu, sehingga menjadikan
Raden Abimanyu sebagai pancering ratu tanah Jawa. Dari sekian banyak putra
Arjuna, dia merupakan putra yang digadang-gadang untuk menjadi raja. Sayangnya,
umurnya tidak panjang. Umurnya hanya mencapai enam belas tahun, sebagaimana
janji Dewa Warcas saat hendak bereinkarnasi ke dalam kelahiran Raden Abimanyu.
Peristiwa kematiannya sangat menyedihkan, sebagaimana dikisahkan dalam salah
satu episode perang Bratayuda yakni lakon “Ranjapan”.
Abimanyu gaya Yogyakarta Klasik Sumber gambar klik di sini |
Kematian
Raden Abimanyu merupakan puncak perjalanan karmaphala
dalam kehidupannya. Berawal dari janji Dewa Warcas sebelum Abimanyu
dilahirkan, kemudian diakhiri dengan kematiannya pada umur enam belas tahun.
Jalan kematian Raden Abimanyu di awali dari peristiwa pernihakannya yang ke-dua
dengan putri Negara Wiratha bernama Dewi Utari. Sebenarnya, Dewi Utari kapernah nenek bagi Raden Abimanyu
(baca; Utari). Sebuah motif balas jasa dari Prabu Matswapati kepada Raden
Arjuna menjadikan pernikahan antara Raden Abimanyu dengan Dewi Utari
diselenggarakan. Akan tetapi, pernikahan tersebut diwarnai dengan sebuah
rahasia yang tidak diketahui Dewi Utari, yakni Raden Abimayu sudah beristri Dewi
Siti Sundari.
Rahasia tentang status Raden Abimanyu yang sudah beristri terbongkar sesaat ketika pernikahan usai dilangsungkan. Terbongkarnya rahasia yang disembunyikan menyebabkan kematian Kala Bendana yang masih memiliki hubungan kerabat sebagai paman, dan sumpah Raden Abimanyu (baca Kala Bendana). Raden Abimanyu bersumpah bahwa kebohongan yang telah dilakukan akan ditebusnya dengan kematian yang memilukan pada sebuah perang besar. Para dewa menyaksikan dan mengabulkan sumpah tersebut dengan pertanda sebuah gejala alam yang dahsyat, yakni badai petir yang berlangsung sesaat. Dewi Utari sangat menyesali sumpah yang telah diucapkan suaminya tersebut.
Peristiwa gugurnya Abimanyu. Sumber gambar klik di sini |
Sumpah mati
dalam sebuah perang besar akhirnya menjadi kenyataan. Saat berlangsungnya
perang Bratayuda di hari ke enam belas, pasukan koalisi Pandhawa di bawah
senapati perang Raden Desthajumna kocar-kacir. Strategi perang pihak Kurawa di
bawah komando Pandhita Durna berhasil memecah kekuatan pasukan pihak Pandhawa,
sehingga pihak Pandhawa diujung kekalahan (baca: Bratayuda). Pada situasi
genting tersebut, Prabu Bathara Kresna memerintahkan agar Raden Abimanyu turun
ke medan pertempuran. Raden Abimanyu yang semula sengaja disimpan agar
keselamatannya terjaga, akhirnya turun ke medan laga bersama adiknya yang
bernama Raden Sumitra. Keberangkatannya menuju medan laga diikuti oleh segenap
putra Madukara lainnya.
Pandhita
Durna mengetahui putra Arjuna telah turun ke pertempuran. Sebagai senapati
agung, Pandhita Durna telah menyiapkan formasi pertempuran Cakrabyuha yang
terbukti mampu menghancurkan kekuatan kubu Pandhawa. Raden Abimanyu mampu
merusak formasi tersebut, kemudian berhasil menerobos masuk ke dalam inti
formasi. Setibanya di dalam inti formasi, celah-celah kekuatan pasukan musuh menutup
rapat. Raden Abimanyu terkepung di tengah Cakrabyuha yang dahsyat itu, namun
sayangnya Raden Abimanyu belum menguasai cara keluar dari formasi tersebut.
Raden Abimanyu bertempur dengan gagah berani, sehingga musuh-musuhnya
kuwalahan. Setelah Raden Sumitra mati, Pandhita Durna memerintahkan para Kurawa
untuk mengeroyok Raden Abimanyu.
Ratusan
senjata menghujani Raden Abimanyu yang berjuang seorang diri. Pada akhirnya,
tubuhnya yang ramping itu bersolek limpung dan mosala, kemudian ratusan panah
dan puluhan tombak menghiasi tubuhnya yang mulai kepayahan. Melihat Raden
Abimanyu terluka seperti seekor landak yang bermandikan darah, putra mahkota
Hastina; Raden Sarojakusuma datang menghampiri. Ia bersumbar dan hendak mengakhiri
hidup Raden Abimanyu. Akan tetapi, Raden Abimanyu berhasil menghunuskan keris
ke arah Raden Sarojakusuma hingga tewaslah putra mahkota Hastina itu. Raden
Jayadrata adik ipar raja Hastina marah, kemudian segera turun tangan. Pusaka
Gada Kyai Glinggang pun disambarkan tepat ke kepala putra Arjuna. Akhirnya,
Raden Abimanyu gugur sebagai pahlawan di pihak Pandhawa yang menyisakan kesedihan
mendalam bagi pihak Pandhawa.